Menumbuhkan kepekaan intelektualitas generasi muda dengan cerdas berliterasi
Kita semua mengetahui bahwa tanggal 28 Oktober 1928 itu memiliki tonggak bersejarah. Pada peristiwa 94 tahun yang lalu, mengingatkan semangat Sumpah Pemuda yang senantiasa harus ditanamkan ke dalam sanubari. Agar peringatan hari Sumpah Pemuda tidak hanya sekedar rutinitas tahunan maka membutuhkan pemaknaan yang lebih. Kata “refleksi” bukan hanya slogan, tetapi memerlukan pemikiran yang substantif dalam memaknai konsep dan implementasi praktisnya. Pengalaman masa lalu menjadi bahan refleksi untuk berpikir lebih kritis dalam memperbaiki kekurangan.
Dalam hal ini, literasi kritis dibutuhkan karena sebagai cara untuk menginterogasi teks dan konteks untuk mengatasi ketidaksesuaian yang telah terjadi. Presiden RI pertama, Ir. Soekarno pernah mengatakan bahwa “Beri aku sepuluh pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”. Kalimat itu mengandung makna mendalam jika diresapi. Betapa pemuda Indonesia itu sangat kuat dan luar biasa perannya. Oleh karena itu, untuk memupuk rasa nasionalisme maka generasi muda wajib hukumnya mengetahui sejarah perjuangan bangsa. Hakikat mempelajari sejarah salah satunya adalah supaya kita bisa belajar dari pengalaman sebelumnya, untuk dijadikan sebagai refleksi pada masa saat ini.
Trigos-Carrillo, Rogers, and Forge (2021) menyebutkan bahwa secara global, pada dekade kedua abad kedua puluh satu, kita hidup di era kesenjangan yang semakin lebar dalam kekayaan, kekuasaan, dan pendapatan, maupun krisis lingkungan yang memburuk. Untuk itu memungkinkan peneliti baru untuk memposisikan studi mereka dalam arah yang sangat relevan di lapangan untuk hubungan sosial dan material yang lebih berkelanjutan.
Generasi muda perlu diberikan pemahaman yang holistik bahwa betapa para pejuang atau pahlawan itu telah gigih mengorbankan jiwa dan raga dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Upaya ini untuk menggelorakan jiwa nasionalisme bangsa. Jadi idealnya bahwa memperingati hari Sumpah Pemuda setiap tanggal 28 Oktober menjadi tonggak untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme dan kebangsaan bagi setiap warga negara. Hal ini menjadi sebuah identitas atau jati diri bangsa
yang tentu tidak dimiliki oleh bangsa lainnya.
Magnis-Suseno (2008) menjelaskan bahwa para founding father masa silam bersumpah untuk mengakui satu tanah tumpah darah, yaitu Indonesia, satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia, dan menjunjung tinggi satu bahasa, bahasa Indonesia, mereka bersedia membatasi diri demi persatuan bangsa. Pemuda yang melek literasi menjadi keniscayaan. Peringatan hari Sumpah Pemuda menjadi momentum yang pas untuk kembali melakukan refleksi pada diri masing-masing. Kesadaran berliterasi itu
harus bisa diwujudkan dalam memaknai momentum Sumpah Pemuda. Betapa para pemuda Indonesia wajib memiliki multiliterasi sehingga lebih kritis dan mampu memberikan solusi pemecahan dari persoalan bangsa.
Selama berabad-abad, diketahui bahwa perpustakaan itu sebagai sumber informasi dan sumber ilmu pengetahuan yang utama, serta menjadi tulang punggung dunia pendidikan kita. Para pemuda harus dapat mengambil estafet semangat juang Sumpah Pemuda. Semoga dengan memaknai peringatan hari Sumpah Pemuda, dapat menumbuhkan kepekaan intelektualitas generasi muda untuk cinta tanah air dan bangsa dengan cerdas berliterasi.
Komentar
Posting Komentar